🐘 Tindak Pidana Yang Tidak Bisa Ditahan

TersangkaTindak Pidana Terorisme dalam Proses Penyelidikan dan Penyidikan Penyelidikan dan penyidikan tidak dapat dipisahkan karena penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi penyidikan. Jadi 5Aristo Pangaribuan et.al, Pengantar Hukum Acara Pidana di Indonesia, Cetakan Kedua, Rajawali Pers, SEMANomor 8/1985 mengatur mengenai tata cara penahanan terdakwa yang tidak ditahan selama proses penyidikan. Tinggi tidak dapat memerintahkan "agar terdakwa ditahan" di dalam putusannya PenjelasanMahfud MD Soal Pelanggaran Etik dan Tindak Pidana Ferdy Sambo. Redaksi - Nasional. Agustus 7, 2022. Komentar. pelanggaran etik dan pelanggaran pidana itu bisa sama-sama berjalan dan tidak harus saling menunggu. Akil Mochtar yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK beberapa tahun lalu. Dikatakan, saat ditahan Menurutsaya pelanggaran etik dan pelanggaran pidana itu bisa sama-sana jalan, tidak bisa saling menunggu dan tidak bisa saling meniadakan," ucap Mahfud. Baca juga: Kasus Pembunuhan Brigadir J BriefAnswer: Pada dasarnya delik penipuan maupun penggelapan tersangkut paut dengan objek jaminan fidusia serta kepentingan kreditor pemegang jaminan fidusia, baik tindak pidana penipuan maupun penggelapan hakim secara taat asas wajib merujuk pada ketentuan ancaman sanksi pidana pada UU Fidusia. Namun ketika objek jaminan belum diikat sempurna jaminan kebendaan, maka UU Fidusia tak dapat DalamPeraturan Kejaksaan RI N0 15 tahun 2020 Pasal 5 disebutkan pada ayat 1 bahwa Perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif dalam hal terpenuhi syarat sebagai berikut: a. tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana; b. tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau Orangyang akalnya terganggu ini tidak bisa dimintai pertanggungjawaban, meskipun perbuatannya jelas-jelas melawan hukum, seperti menipu, mencuri, menganiaya, bahkan sampai membunuh. Tampaknya seperti tidak adil, terlebih lagi bagi si korban dan keluarganya, adanya ketidakpuasan jika orang yang telah berbuat tindak pidana malah dibebaskan. Dandi dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Kelatuan dijelaskan bahwa tindak hukum berupa penangkapan terkait kapal asing yang melanggar hukum dan berada di laut Indonesia khususnya wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi indonesia dapat dilakukan oleh bakamla (Badan Keamanan Laut).Tentunya hal tersebut ketika terkait dengan keamanan dan keselamatan laut indonesia. DediPrasetyo mengatakan Ferdy Sambo tidak ditahan melainkan dilakukan penahanan di Mako dalam penanganan tindak pidana meninggalnya Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam Polri," kata Dedi kepada wartawan, Sabtu (6/8/2022). Mahfud MD: Pelanggaran Etik dan Pelanggaran Pidana Bisa Sama-sama Jalan. Terpisah Menteri Koordinator Bidang Poltik lQuOyzG. JAKARTA, – Pekerja ditahan pihak berwajib karena diduga melakukan tindak pidana akan berdampak pada rutinitas pekerjaan sehari-hari yang biasanya dikerjakan. Ketentuan terkait hak karyawan yang melakukan tindak pidana juga akan terpengaruh. Tak ayal, pertanyaan mengenai hal ini kerap mencuat. Pertanyaan-pertanyaan tersebut misalnya seputar nasib gaji pekerja yang ditahan pihak berwajib, termasuk tunjangan lain yang biasanya juga Pahami Aturan Jam Kerja Lembur dan Cara Menghitung Upah Lembur Kemudian, ada pula yang bertanya mengenai hak-hak lain seperti bantuan untuk keluarga pekerja yang ditahan pihak berwajib. Misalnya, berapa bantuan yang diberikan perusahaan apabila karyawan ditahan pihak berwajib apabila karyawan telah memiliki 2 anak? Karena itu, artikel ini akan membantu pembaca menemukan jawaban atas beragam bertanyaan mengenai hak karyawan yang melakukan tindak pidana. Pengusaha tak wajib bayar gaji Pekerja ditahan pihak berwajib tidak berhak mendapatkan gaji dari perusahaan. Artinya, gaji dan tunjangan bulanan yang biasanya diterima tidak lagi bisa didapat jika pekerja ditahan pihak berwajib. Baca juga Pahami Cara Menghitung Uang Pensiun Karyawan Swasta Terlebih, pekerja tersebut juga tidak bisa melakukan pekerjaan seperti biasanya. Dengan begitu, perusahaan tidak perlu membayar gaji buta karena pekerja tidak melakukan pekerjaannya. Dasar hukum terkait hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan regulasi tersebut, yang dimaksud upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh. Upah tersebut ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Baca juga Begini Rumus Perhitungan Pesangon PHK Karyawan Tetap Dengan adanya pekerja ditahan pihak berwajib karena diduga melakukan tindak pidana, maka hak pekerja berupa upah tersebut tidak bisa cair. Secara spesifik, ketentuan ini termuat dalam Pasal 53 ayat 1 PP Nomor 35 Tahun 2021. Disebutkan bahwa dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana maka pengusaha tidak wajib membayar upah. Kendati demikian, pengusaha wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya. Baca juga Simak Aturan Mogok Kerja, Pahami Prosedur Mogok Kerja yang Sah Besaran bantuan untuk keluarga pekerja Adapun besaran bantuan untuk keluarga pekerja yang ditahan pihak berwajib karena diduga melakukan tindak pidana adalah sebagai berikut untuk 1 orang tanggungan, 25 persen dari upah; untuk 2 orang tanggungan, 35 persen dari upah; untuk 3 orang tanggungan, 45 persen dari upah; untuk 4 orang tanggungan atau lebih, 50 persen dari upah. Adapun bantuan tersebut diberikan untuk paling lama 6 bulan terhitung sejak hari pertama pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang berwajib. Baca juga Pahami Peraturan Alih Daya, Aturan Hukum Outsourcing di Indonesia Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. BerandaKlinikPidanaHaruskah Terdakwa ya...PidanaHaruskah Terdakwa ya...PidanaRabu, 10 Mei 2017 Saya ingin bertanya, jika seorang terdakwa telah dijatuhi vonis penjara oleh hakim pengadilan negeri, apakah dia harus segera ditahan? Lalu jika dia mengajukan banding, apakah boleh meminta penangguhan penahanan? Intisari Tidak semua putusan pemidanaan dibarengi dengan perintah terdakwa ditahan. Sekalipun terdakwa berada dalam status tidak ditahan, kemudian putusan yang dijatuhkan berupa putusan pemidanaan, pengadilan dapat memerintahkan dalam putusan supaya terdakwa “tidak ditahan”. Namun, bisa juga putusan pemidanaan itu memerintahkan supaya terdakwa ditahan. Pasal 193 ayat 2 KUHAP Pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidak ditahan, dapat memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 dan terdapat alasan, cukup untuk itu; Dalam hal terdakwa ditahan, pengadilan dalam menjatuhkan putusannya, dapat menetapkan terdakwa tetap ada dalam tahanan atau membebaskannya, apabila terdapat alasan cukup untuk itu. Yang menentukan apakah terdakwa langsung ditahan atau tidak itu tergantung perintah pengadilan, yakni hakim melalui putusannya. Kemudian mengenai penanggguhan penahanan pada tingkat banding, hal tersebut bisa dilakukan. Penangguhan penahanan ini bergantung pada Ketua Pengadilan Tinggi atau Majelis Hakim yang menangani permohonan banding yang diajukan di Pengadilan Tinggi. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. Ulasan Terima kasih atas pertanyaan Anda. Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami berpedoman pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana “KUHAP”. Bentuk Putusan Pengadilan Dalam penyelesaian perkara pidana di pengadilan terdapat tiga bentuk putusan[1] 1. Putusan bebas; 2. Putusan lepas; dan 3. Putusan pemidanaan. Putusan bebas pengaturannya terdapat dalam Pasal 191 ayat 1 KUHAP sebagai berikut Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas. Putusan lepas diatur dalam Pasal 191 ayat 2 KUHAP yang berbunyi Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindakan pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Sedangkan putusan pemidanaan diatur dalam Pasal 193 ayat 1 KUHAP, yaitu Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana. Jadi, jika terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana. Dalam konteks pertanyaan Anda, terdakwa dijatuhi putusan pemidanaan berupa pidana penjara oleh hakim di Pengadilan Negeri. Perintah Penahanan Pertanyaan Anda adalah bagaimana status terdakwa setelah putusan hakim? Apakah harus segera ditahan? Dalam Pasal 193 ayat 2 KUHAP diatur mengenai hal tersebut, yang berbunyi a. Pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidak ditahan, dapat memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 dan terdapat alasan, cukup untuk itu; b. Dalam hal terdakwa ditahan, pengadilan dalam menjatuhkan putusannya, dapat menetapkan terdakwa tetap ada dalam tahanan atau membebaskannya, apabila terdapat alasan cukup untuk itu. Menurut Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali hal. 354-355, berdasarkan ketentuan Pasal 193 ayat 2 KUHAP ini, ada berbagai status yang dapat diperintahkan pengadilan terhadap seorang terdakwa yang dijatuhi dengan putusan pidana. a. Jika terdakwa tidak ditahan Saat putusan pemidanaan dijatuhkan terdakwa berada dalam status tidak ditahan, berarti selama atau setelah berjalan beberapa lama persidangan, terdakwa berada dalam status tidak ditahan. Mungkin mulai dari penyidikan, penuntutan sampai pada pemeriksaan persidangan, terdakwa tidak pernah ditahan. Pokoknya pada saat dijatuhkan putusan pemidanaan, terdakwa tidak ditahan. Dalam hal seperti ini pengadilan dapat memilih alternatif status yang akan diperintahkan terhadap terdakwa 1. Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam status tidak ditahan[2] Tidak semua putusan pemidanaan dibarengi dengan perintah terdakwa ditahan. Sekalipun terdakwa berada dalam status tidak ditahan, kemudian putusan yang dijatuhkan berupa putusan pemidanaan, pengadilan dapat memerintahkan dalam putusan supaya terdakwa “tidak ditahan”. Hal ini sesuai dengan Pasal 193 ayat 2 huruf a KUHAP. Dari ketentuan ini, pengadilan dalam menjatuhkan putusan, jika terdakwa tidak ditahan, dapat memerintahkan supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila dipenuhi ketentuan Pasal 21 KUHAP dan terdapat alasan, cukup untuk itu. Kata “dapat” di sini berarti bukan mesti memerintahkan supaya ditahan. Artinya, pengadilan “dapat” memerintahkan supaya terdakwa yang dijatuhi hukuman pidana “tidak ditahan” sekalipun terdakwa dijatuhi putusan pidana. Yahya menjelaskan bahwa mungkin pengadilan berpendapat untuk apa buru-buru memerintahkan terdakwa ditahan sekalipun kepadanya telah dijatuhi putusan pemidanaan. Bukankah masih besar putusan itu akan dibatalkan oleh peradilan tingkat banding atau kasasi? 2. Pengadilan dapat memerintahkan supaya terdakwa ditahan[3] Jika terdakwa tidak ditahan pada saat putusan dijatuhkan, pengadilan “dapat” memerintahkan supaya terdakwa ditahan. Berarti pada saat pengadilan menjatuhkan putusan pemidanaan terhadap terdakwa, sekaligus memerintahkan supaya terdakwa ditahan. Misalnya, pengadilan menjatuhkan putusan pidana 4 tahun penjara kepada terdakwa yang tidak ditahan, pada saat putusan dijatuhkan, dibarengi juga dengan perintah supaya terdakwa ditahan. Namun, sebelum pengadilan memerintahkan penahanan, lebih dulu meneliti apakah perkara yang didakwakan memenuhi syarat sah perintah penahanan sesuai dengan ketentuan pada Pasal 21 KUHAP. b. Jika terdakwa berada dalam status tahanan[4] Jika pada saat putusan dibacakan terdakwa berada dalam status tahanan, perintah status yang bagaimanakah yang dapat dikenakan pengadilan terhadap terdakwa pada saat putusan dijatuhkan? Menurut Pasal 193 ayat 2 huruf b KUHAP, pengadilan dapat memilih salah satu alternatif berikut 1. Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan[5] Alternatif pertama yang dipilih pengadilan adalah memerintahkan atau menetapkan terdakwa yang ditahan supaya “tetap berada dalam tahanan”. Jadi, kalau pada saat pengadilan menjatuhkan putusan pemidanaan terhadap terdakwa yang memang sedang ditahan, pada saat putusan dijatuhkan atau diucapkan, sekaligus dibarengi dengan perintah supaya terdakwa tetap berada dalam tahanan. 2. Memerintahkan pembebasan terdakwa dari tahanan[6] Alternatif kedua yang dipilih pengadilan yaitu mengeluarkan perintah pembebasan terdakwa dari tahanan. Ketentuan Pasal 193 ayat 2 huruf b KUHAP memberi kemungkinan kepada pengadilan untuk memerintahkan pembebasan terdakwa dari tahanan sekalipun terdakwa yang ditahan tersebut dijatuhi putusan pemidanaan. Akan tetapi terhadap hal ini, undang-undang sendiri membatasinya yaitu “sepanjang perintah pembebasan itu mempunyai alasan yang benar-benar masuk akal”. Jadi yang menentukan apakah terdakwa langsung ditahan atau tidak itu tergantung perintah pengadilan, yakni hakim melalui putusannya. Hal yang Dimuat dalam Putusan Pemidanaan Syarat yang harus dimuat dalam sebuah putusan hakim sebagaimana yang diatur dalam Pasal 197 KUHAP, berbunyi 1 Surat putusan pemidanaan memuat a. kepala putusan yang dituliskan berbunyi "DEMI KEADILAN BERDASARIKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA"; b. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa; c. dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan; d. pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat-pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa; e. tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan; f. pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa; g. hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal; h. pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan; i. ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti; j. keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu; k. perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan; l. hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera; 2 Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat 1 huruf a, b, c, d, e, f, h, i, j, k dan I pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum; 3 Putusan dilaksanakan dengan segera menurut ketentuan dalam undang-undang ini. Itu artinya, perintah supaya terdakwa ditahan, tetap dalam tahanan, atau dibebaskan termasuk hal yang harus disebutkan di dalam suatu putusan pemidaan. Tetapi, sejak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-X/2012 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Mahkamah Konstitusi “MK” menyatakan Pasal 197 ayat 2 huruf k KUHAP inkonstitusional bersyarat. Artinya, Pasal 197 ayat 2 huruf k KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, apabila diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak memuat ketentuan Pasal 197 ayat 1 huruf k KUHAP mengakibatkan putusan batal demi hukum. Karena itu, redaksional Pasal 197 ayat 2 KUHAP selengkapnya berubah menjadi, “Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat 1 huruf a, b, c, d, e, f, h, j, dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum.” Jadi, jika surat putusan pemidanaan tidak memuat perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan, maka tidak mengakibatkan putusan batal demi hukum. Dalam artikel MK Putusan Tanpa Perintah Penahanan Tetap Sah diinformasikan bahwa MK membenarkan suatu amar putusan pidana tetap perlu ada pernyataan terdakwa tersebut ditahan, tetap dalam tahanan, atau dibebaskan sebagai bagian dari klausula untuk menegaskan status terdakwa bersalah dan harus dijatuhi pidana. Namun, ada atau tidaknya pernyataan itu tidak dapat dijadikan alasan untuk mengingkari kebenaran materiil yang telah dinyatakan oleh hakim dalam amar putusannya. Jadi perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan harus terdapat dalam suatu putusan. Tetapi jika tidak disebutkkan dalam putusan, bukan berarti putusan tersebut batal demi hukum. Penangguhan Penahan Selanjutnya kami akan menjawab pertanyaan Anda lainnya yaitu jika terdakwa yang diputus pidana mengajukan banding, apakah boleh meminta penangguhan penahanan? Terkait dengan penangguhan penahanan, dapat kita lihat ketentuan dalam Pasal 31 KUHAP yang berbunyi 1 Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan; 2 Karena jabatannya penyidik atau penuntut umum atau hakim sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat 1. Dengan demikian, untuk seseorang mendapat penangguhan penahanan, harus ada a. Permintaan dari tersangka atau terdakwa; b. Permintaan penangguhan penahanan ini disetujui oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim yang menahan dengan atau tanpa jaminan sebagaimana ditetapkan; c. Ada persetujuan dari tersangka/terdakwa yang ditahan untuk mematuhi syarat dan jaminan yang ditetapkan. Secara ekspilisit memang tidak diatur apakah setelah putusan hakim, pada tingkat banding dapat mengajukan penangguhan penahanan. Akan tetapi, Pengadilan Tinggi yang memeriksa perkara tingkat banding memiliki kewenangan untuk melakukan penahanan paling lama 30 hari.[7] M. Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP; Penyidikan dan Penuntutan hal. 214-215 menjelaskan bahwa wewenang penangguhan penahanan dapat diberikan oleh semua instansi penegak hukum, Pasal 31 ayat 1 KUHAP tidak membatasi kewenangan penangguhan penahan terhadap instansi tertentu saja. Masing-masing instansi penegak hukum yang berwenang memerintahkan penahanan, sama-sama mempunyai wewenang untuk menangguhkan penahanan. Baik penyidik, penuntut umum, maupun hakim mempunyai kewenangan untuk menangguhkan penahanan, selama tahanan yang bersangkutan masih berada dalam lingkungan tanggung jawab yuridis mereka. Berangkat dari hal tersebut, artinya penangguhan penahanan pada tingkat banding dapat dilakukan. Artikel Majelis Hakim Kejati DKI Bisa Lakukan Penangguhan Terpidana Ahok sebagaimana yang kami akses dari laman berita Wartakota Tribunnews menginformasikan, Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra berpendapat bahwa penahanan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang akan mengajukan banding bisa ditangguhkan. Penangguhan penahanan ini bergantung pada Ketua Majelis Hakim yang menangani permohonan banding yang diajukan Ahok di Pengadilan Tinggi “PT” DKI Jakarta. Tapi semuanya tergantung pertimbangan Ketua PT atau majelis hakim apakah akan dikabulkan atau tidak. Yusril menambahkan, proses untuk mempertimbangkan permohonan penangguhan penahanan Ahok baru bisa dilakukan setelah berkas banding Ahok terdaftar di PT Jakarta. Jadi menjawab pertanyaan Anda, penanggguhan penahanan pada tingkat banding bisa dilakukan. Penangguhan penahanan ini bergantung pada Ketua PT atau majelis hakim yang menangani permohonan banding yang diajukan di PT. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar hukum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Putusan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-X/2012. Referensi 1. Yahya Harahap. 2010. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta Sinar Yahya Harahap. 2016. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta Sinar Grafika. [1] Pasal 191 ayat 1 , Pasal 191 ayat 2, dan Pasal 193 ayat 1 KUHAP [2] Yahya Harahap, hal. 355 [3] Yahya Harahap, hal. 355-356 [4] Yahya Harahap, hal. 356 [5] Yahya Harahap, hal. 356 [6] Yahya Harahap, hal. 356 [7] Pasal 27 ayat 1 jo. Pasal 87 KUHAPTags Jakarta - Mahkamah Agung MA mengeluarkan kebijakan pencurian ringan di bawah Rp 2,5 juta tidak perlu ditahan. Dalam Peraturan MA Perma No 2/2012, MA juga melarang 5 tindak pidana lain untuk ditahan asalkan kerugiannya tidak melebihi batas KUHP peninggalan Belanda, nilai kerugian dalam tindak pidana terakhir disesuaikan pada 1960 lalu. Lalu MA menyesuaikan dengan pertimbangan kurs emas 2012."Menaikkannya sebanyak 10 ribu kali berdasarkan kenaikan harga emas," bunyi salah satu Perma yang didapat detikcom, Rabu 29/2/2012. Berikut 5 tindak pidana yang nilai kerugianya direvisiPasal 373 KUHP tentang Penggelapan yang nilai kerugiannya kurang dari Rp 600 ribu tidak perlu ditahan, hukuman maksimal 3 379 KUHP tentang Perbuatan curang yang nilai kerugiannya kurang dari Rp 600 ribu tidak perlu ditahan, hukuman maksimal 3 384 KUHP tentang pedagang yang berlaku curang yang nilai kerugiannya kurang dari Rp 2,5 juta tidak perlu ditahan, hukuman maksimal 3 407 tentang pengrusakan barang yang nilai kerugiannya kurang dari Rp 600 ribu tidak perlu ditahan, hukuman maksimal 3 482 tentang penadahan yang nilai kerugiannya kurang dari Rp 600 ribu tidak perlu ditahan, hukuman maksimal 3 bulan. asp/nrl

tindak pidana yang tidak bisa ditahan